MOA FUNGISIDA:
RESPIRASI
Sistem respirasi sel terjadi di dalam mitokondria. Secara struktural bersifat
unik karena memiliki 2 membran, yaitu membran dalam dan membran luar, matriks, ruang intermembran, dan cristae (krista).
Gambar. 1. Mitokondria
Komponen yang terlibat
adalah :
·
NAD+ dan NADH
Nicotinamide Adenine
Dinucleotide, dibentuk oleh penambahan inti Hidrogen dan dua elektron hydride
ion ke NAD+. Cincin
Nicotinamide akan kurang stabil saat menerima ion hidrida, akibatnya elektron
ion hidrida dari NADH dapat dengan mudah ditransfer.
·
Protein Fe-S (Besi Sulfur)
Berikatan dengan flavoprotein (metaflavoprotein) dan dengan
sitokrom b
·
Ubiquinone/Coenzyme Q
Terdapat dalam
mitokondria dalam bentuk kuinon teroksidasi (aerob) dan kuinol tereduksi
(anaerob), merupakan unsure pembentuk lipida, rumus bangun mirip vitamin K dan
E, menyerupai plastokuinon (pada kloroplas), rantai samping poliisosprenoid,
pengumpul ekivalen pereduksi dari suksinat kolinn, gliserol-3-fosfat, sarkosin,
dimetilglisin, asilkoa, yang berikatan langsung dengan rantai respirasi lewat
enzim (Flavoprotein dehidrogenase), menerima aliran ekivalen pereduksi dari
NADH Dehidrogenase, mengalirkan elektron melewati rangkaian sitokrom menuju
molekul Oksigen.
Membran luar berbeda dengan membran dalam karena lebih berpori. Sehingga
membran dalam berfungsi sebagai barier / penahan bagi berbagai metabolit. Protein yang berfungsi untuk
respirasi berada di inner membran. Sehingga densitas krista pada suatu sel menggambarkan aktifitas
respirasi pada suatu sel. Membran dalam mitokondria terdapat
komplek protein I–V. Komplek I menerima electron dari NADH. Elektron dari
FADH2 ditransfer ke komplek protein lain yg disebut komplek II
yang kemudian ditangkap oleh Coenzim Q dan seterusnya. Protein komplek yang mentransfer elektron tsbt dikenal sebagai sistem transpor electron
(STE). Setelah elektron melewati komplek IV,
proton akan didonorkan kepada O2 membentuk H2O. Selama elekton bergerak melalui komplek I, III dan
IV dari STE, proton dipompa dari matriks
ke ruang intermembran mitokondria, sehingga akan menghsilkan sumber energi potensial dengan konsentrasi proton di ruang inter membrane lebih
tinggi dibanding dengan di dalam matrik .
Gambar.
2. Sistem transpor elektron(STE)
Terdapat protein-protein yang
memiliki kelebihan untuk memindahkan elektron ke aseptor elektron berikutnya
dan mengeluarkan ion H+ dari matriks (yang dilepaskan NADH kematriks
mitokondria) ke ruang antar membran pada mitokondria. Akibatnya ruang
antar membran lebih kaya ion hidrogen dibandingkan dengan matriks
mitokondria. Sedangkan protein yang
palaing kanan adalah ATP-sintase yang berfungsi menggabungkan ADP dengan P
untuk membentuk ATP. Transpor elektron adalah tahap akhir dalam respirasi
sel aerobik yang meliputi proses perpindahan elektron dari molekul donor
(misal: NADH, substrat organik) menuju aseptor terakhir yakni oksigen. Adapun
mekanismenya adalah :
1. Pengikatan
NADH pada kompleks enzim I, dan diikuti pelepasan 2 elektron. Elektron memasuk kompleks enzim I via gugus
prostetik FMN yang melekat pada kompleks enzim I. Penempelan tersebut mengubah FMN menjadi
dalam bentuk tereduksi FMNH2 yang berarti merupakan oksidator yang
kuat dan akan diteruskan ke rangakaian cluster besi dan sulfur (gugus prostetic
berikutnya) sepanjang kompleks enzim I. Setelah
elektron melewati kompleks enzim I, maka 4 proton akan dipompa dari matriks
mitokondria ke ruang antar membran. Secara pasti penjelasan peristiwa ini
masih belum jelas dalam dunia ilmiah, tetapi untuk sementara dijelaskan dengan
keterlibatan perubahan komformasi bentuk kompleks enzim I yang menyebabkan
protein mengikat proton pada sisi-N dari membran dan membebaskan mereka pada
sisi-P membran. Akhirnya, elektron
ditransfer dari rantai cluster besi-sulfur ke molekul ubikuinon (Q) di membran
dalam. Reduksi ubikuinon juga memberi
kontribusi untuk menciptakan gradient proton dengan cara mengeluarkan dari
matriks pada saat tereduksi menjadi ubikuinol (QH2).
2. Succinate-Q oxidoreductase, dikenal
juga sebagai kompleks enzim II/ suksinat dehidrogenase, adalah entri point
kedua dalam sistem transport elektron. Kompleks
enzim II terdiri dari 4 sub unit dan mengandung ikatan kofaktor flavin adenin
dinukleotida (FAD), klaster besi-sulfur, dan sebuah gugus heme yang tidak
berpartisipasi pada transfer elektron ke koenzim Q. Kompleks enzim II mengoksidasi suksinat
menjadi fumarat dan mereduksi ubikuinon. Pembebasan energi yang dihasilkan lebih kecil
dari pada oksidasi NADH, komleks II tidak memindahkan elektron melewati membran
dan tidak memberikan kontribusi membentuk gradien proton.
3. Q-cytochrome c oxidoreductase. Q-sitokrom
c oksidoreduktase juga dikenal dengan kompleks sitokrom bc1, atau kompleks III.
Setiap kompleks mengandung 11 subunit protein, sebuah[2Fe-2S] klaster
besi-sulfur dan 3 cytochromes: 1 cytochrome
c1 and 2 b cytochromes. Sitokrom adalah semacam protein yang bisa
mentransfer elektron yang mengandung sekurang-kurangnya gugus heme. Atom besi yang terdapat pada kompleks III
memberikan bentuk alternatif antara ferro yang tereduksi dan feri yang
teroksidasi karena elektron yang ditranser sepanjang membran. Reaksi yang dikatalisis oleh kompleks III
adalah mengoksidasi satu molekul ubikuinol dan mereduksi 2 molekul sitokrom c. Sebuah protein heme kehilangan hubungan dengan
mitokondria. Tidak seperti koenzim Q yang
membawa 2 elektron, sitokrom c hanya membawa 1 elektron saja.
Karena hanya
bisa mengangkut satu elektron saja dari QH2 ke sitokrom c dalam sekali waktu
makaharus terjadi dalam 2 tahap yang disebut siklus Q. Kemudian karena koenzim Q tereduksi menjadi
ubikuinol pada sisi dalam membran dan teroksidasi menjadi bentuk ubikuinon di
bagian luar, pengeluaran proton terjadi lagi sehingga menambahkan kekuatan
gradient proton.
4. Cytochrome c oxidase, dikenal juga sebagai kompleks IV,
merupakan kompleks protein yang terakhir dalam STE. Mengandung 13 subunit
protein, 2 gugus heme, 3 atoms ion logam yaitu 1 tembaga, 1 magnesium
and 1 seng. Enzim ini berfungsi
mentransfer elektron ke oksigen, sementara memompa proton melewati membran
sehingga berkontribusi dalam menciptakan gradien proton. Oksigen sebagai aseptor elektron terakhir akan
direduksi menjadi air pada tahap ini. Reaksinya
yaitu mengkatalisis oksidasi sitokrom c dan reduksi oksigen, menerima aliran
ekivalen pereduksi dari NADH Dehidrogenase, mengalirkan elektron melewati
rangkaian sitokrom menuju molekul Oksigen.
Complex I NADH Oxido-reductase
Pada kompleks ini fungisida
yang berperan berasal dari golongan pyrimidinamines. Fungisida ini akan menghambat proses pengikatan
NADH pada kompleks enzim I NADH oksidoreduktase, pengikatan NADH pada kompleks enzim I nantinya akan mengubah
FMN menjadi dalam bentuk tereduksi FMNH2 untuk selanjutnya terjadi
transpor elektron, karena
proses tersebut diblok oleh pyrimidinamines sehingga tranfer elektron tidak
akan terjadi. Penghambatan
sistem transpor elektron menghambat produksi ATP
dan menyebabkan penurunan konsumsi
oksigen oleh mitokondria. Gangguan-gangguan dalam setiap tahap reaksi
ini akan menggaggu perolehan energi yang diperlukan yang akhirnya menghambat
pertumbuhan dan jasad akan mati karena kehabisan tenaga untuk tumbuh dan
berkembang.
Gambar.
3. Sistem transpor elektron (STE)
Complex II: succinate-dehydro-genase
Kompleks enzim II atau suksinat
dehidrogenase adalah enzim yang terikat pada membran yang merupakan titik masuknya FADH2 yang diproduksi oleh suksinat
dehidrogenase. Elektron dari FADH2
akan didonorkan ke ubiquinone. SDHI (Succinate dehydrogenase inhibitors) berperan sebagai inhibitor enzim suksinat
dehidrogenase, sehingga produksi FADH2 akan terganggu, jika hal ini
terjadi maka sistem transpor elektron pun juga akan terganggu. Gangguan-gangguan dalam setiap tahap reaksi
ini akan menggaggu perolehan energi yang diperlukan sehingga jamur akan mati.
Complex III mitocondria
Gangguan
metabolisme energi terjadi di dalam mitokondria dan biasanya mengambil bentuk sebagai penghambatan suatu sistem
transpor elektron atau uncoupling dari sistem transportasi
dari produksi ATP. Salah satu fungisida yang menghambat kompleks
III adalah hydramethylnon,
hydramethylnon bertindak atas mitokondria di mana ia mengganggu respirasi sel dengan menghambat rantai transpor elektron (STE) dengan memblok kompleks III yaitu kompleks sitokrom c
reduktase atau kompleks bc1 menuju Fe-S pada sistem transpor elektron. Terdapat dua tipe inhibitor pada kompleks ini
yaitu cytochrome bc1 (ubiquinol oxidase) pada situs Qo (cyt b gene) dan
cytochrome
bc1(ubiquinone reductase) pada
situs Qi.
Gambar. 4A. Jalur
transfer elektron dari ubiquinol menuju sitokrom-c.
Ubiquinol dapat mereduksi citokrom-b
baik sepenuhnya melalui sisi Qo dengan adanya antimycin atau sebagian melalui
sisi Qi ketika sisi Qo diblok oleh adanya inhibitor. Reduksi sitokrom-b
sepenuhnya diblok hanya ketika inhibitor dari kedua sisi yaitu sisi Qi
(antimycin) dan sisi Qo ditambahkan bersama-sama. Eksperimen klasik dikenal
sebagai "double membunuh" experiment 4(Gambar. 4).
Jalur
transpor elektron dari ubiquinol menuju sitokrom-c melalui kelompok prostetik
redoks dari kompleks sitokrom digambarkan sebagai serangkaian reaksi,
yang ditunjukkan oleh panah padat.
Panah putus-putus menggambarkan pergerakan ubiquinol dan
ubiquinone antara situs dimana ubiquinol teroksidasi
pada bagian luar membran
(pusat Qo) dan situs
di mana ubiquinone dan semiubiquinone tereduksi pada bagian
dalam dari membran (pusat Qi). Panah yang kuat
menunjukkan reaksi di mana proton dilepaskan selama oksidasi ubiquinol dan
ditangkap selama reduksi ubiquinone
(Gambar. 4A).
Gambar. 4B: secara
sederhana menunjukkan reduksi sitokrom b dengan perlakuan dengan inhibitor Qo.
Heme bH tereduksi sangat kuat (hitam) sedangkan heme bL
tidak atau hanya tereduksi sebagian (abu-abu) karena kondisi termodinamika yang
kurang baik. Gambar. 4C: secara singkat menunjukkan reduksi sitokrom b dengan
perlakuan dengan inhibitor Qi. Kedua heme bL dan bH
sepenuhnya tereduksi (hitam). Gambar. 4D: Kombinasi dari inhibitor Qo
dan Qi tidak memungkinkan terjadinya reduksi heme, tidak dengan cara biasa
maupun dengan cara terbalik ("membunuh ganda").
Jika
reduksi tidak terjadi, dengan demikian transpor elektron juga tidak akan
terjadi. Penghambatan sistem transpor elektron menghambat produksi ATP dan menyebabkan
penurunan konsumsi oksigen oleh
mitokondria. Gangguan-gangguan
dalam setiap tahap reaksi ini akan menggaggu perolehan energi yang diperlukan
yang akhirnya menghambat pertumbuhan dan jasad akan mati karena kehabisan
tenaga untuk tumbuh dan berkembang.
.
Inhibitors of oxidative phosphorylation, ATP synthase
Fosforilasi oksidatif
adalah suatu lintasan metabolisme dengan penggunaan energi yang
dilepaskan oleh oksidasi
nutrien
untuk menghasilkan ATP, dan mereduksi gas oksigen
menjadi air.
Walaupun banyak bentuk kehidupan di bumi menggunakan berbagai jenis nutrien, hampir semua organisme
menjalankan fosforilasi oksidatif untuk menghasilkan ATP, oleh karena efisiensi
proses mendapatkan energi, dibandingkan dengan proses fermentasi
alternatif lainnya seperti glikolisis anaerobik.
Menurut teori
kemiosmotik yang dicetuskan oleh Peter Mitchell, energi yang dilepaskan
dari reaksi
oksidasi
pada substrat
pendonor elektron,
baik pada respirasi aerobik maupun anaerobik, perlahan akan disimpan dalam
bentuk potensial elektrokemis sepanjang garis tepi membran
tempat terjadinya reaksi tersebut, yang kemudian dapat digunakan oleh ATP sintase
untuk menginduksi reaksi fosforilasi terhadap molekul
adenosina difosfat dengan molekul Pi.
Elektron yang melekat pada molekul
sisi dalam kompleks IV rantai transpor elektron akan digunakan oleh kompleks V
untuk menarik ion H+ dari sitoplasma menuju membran mitokondria sisi
luar, disebut kopling kemiosmotik, yang menyebabkan kemiosmosis,
yaitu difusi
ion H+
melalui ATP sintase
ke dalam mitokondria yang berlawanan dengan arah gradien pH, dari area dengan
energi potensial elektrokimiawi lebih rendah menuju matriks dengan energi
potensial lebih tinggi. Dari teori ini, keseluruhan reaksi kemudian disebut
fosforilasi oksidatif.
Fungisida yang berperan sebagai
inhibitor fosforilasi oksidatif ATP sintase adalah golongan senyawa organo tin,
senyawa ini akan memblok pembentukan ATP sehingga akan menggaggu
perolehan energi yang diperlukan yang akhirnya menghambat pertumbuhan dan jasad
akan mati karena kehabisan tenaga untuk tumbuh dan berkembang.